Latar belakang
Pada abad ke-19, kekuatan-kekuatan besar Eropa berupaya keras mempertahankan 
keseimbangan kekuatan di seluruh Eropa, sehingga pada tahun 1900 memunculkan jaringan aliansi politik dan militer yang kompleks di benua ini.
[6] Berawal tahun 1815 dengan 
Aliansi Suci antara 
Prusia, Rusia, dan Austria. Kemudian, pada Oktober 1873, Kanselir Jerman 
Otto von Bismarck menegosiasikan 
Liga Tiga Kaisar (Jerman: 
Dreikaiserbund)
 antara monarki Austria-Hongaria, Rusia, dan Jerman. Perjanjian ini 
gagal karena Austria-Hongaria dan Rusia tidak sepakat mengenai kebijakan
 Balkan, sehingga meninggalkan Jerman dan Austria-Hongaria dalam satu 
aliansi yang dibentuk tahun 1879 bernama 
Aliansi Dua. Hal ini dipandang sebagai metode melawan pengaruh Rusia di 
Balkan saat 
Kesultanan Utsmaniyah terus melemah.
[6] Pada tahun 1882, aliansi ini meluas hingga Italia dan menjadi 
Aliansi Tiga.
[19]
Setelha 1870, konflik Eropa terhindar melalui jaringan perjanjian 
yang direncanakan secara hati-hati antara Kekaisaran Jerman dan seluruh 
Eropa yang dirancang oleh Bismarck. Ia berupaya menahan Rusia agar tetap
 di pihak Jerman untuk menghindari perang dua front dengan Perancis dan 
Rusia. Ketika 
Wilhelm II naik tahta sebagai 
Kaisar Jerman (
Kaiser), Bismarck terpaksa pensiun dan sistem aliansinya perlahan dihapus. Misalnya, Kaiser menolak memperbarui 
Perjanjian Reasuransi dengan Rusia pada tahun 1890. Dua tahun kemudian, 
Aliansi Perancis-Rusia
 ditandatangani untuk melawan kekuatan Aliansi Tiga. Pada tahun 1904, 
Britania Raya menandatangani serangkaian perjanjian dengan Perancis, 
Entente Cordiale, dan pada 1907, Britania Raya dan Rusia menandatangani 
Konvensi Inggris-Rusia.
 Meski perjanjian ini secara formal tidak menyekutukan Britania Raya 
dengan Perancis atau Rusia, mereka memungkinkan Britania masuk konflik 
manapun yang kelak melibatkan Perancis dan Rusia, dan sistem penguncian 
perjanjian bilateral ini kemudian dikenal sebagai 
Entente Tiga.
[6]
Kekuatan industri dan ekonomi Jerman tumbuh pesat setelah 
penyatuan dan pendirian Kekaisaran
 pada tahun 1871. Sejak pertengahan 1890-an sampai seterusnya, 
pemerintahan Wilhelm II memakai basis industri ini untuk memanfaatkan 
sumber daya ekonomi dalam jumlah besar untuk membangun 
Kaiserliche Marine (Angkatan Laut Kekaisaran Jerman), yang dibentuk oleh Laksamana 
Alfred von Tirpitz, untuk menyaingi 
Angkatan Laut Kerajaan Britania Raya untuk supremasi laut dunia.
[20] Hasilnya, setiap negara berusaha mengalahkan negara lain dalam hal 
kapal modal. Dengan peluncuran 
HMS Dreadnought tahun 1906, Imperium Britania memperluas keunggulannya terhadap pesaingnya, Jerman.
[20]
 Perlombaan senjata antara Britania dan Jerman akhirnya meluas ke 
seluruh Eropa, dengan semua kekuatan besar memanfaatkan basis industri 
mereka untuk memproduksi perlengkapan dan senjata yang diperlukan untuk 
konflik pan-Eropa.
[21] Antara 1908 dan 1913, belanja militer kekuatan-kekuatan Eropa meningkat sebesar 50 persen.
[22]
Austria-Hongaria mengawali 
krisis Bosnia 1908–1909 dengan menganeksasi secara resmi bekas teritori Utsmaniyah di 
Bosnia dan Herzegovina, yang telah diduduki sejak 1878. Peristiwa ini membuat 
Kerajaan Serbia dan pelindungnya, 
Kekaisaran Rusia yang 
Pan-Slavik dan 
Ortodoks berang.
[23] Manuver politik Rusia di kawasan ini mendestabilisasi perjanjian damai yang sudah memecah belah apa yang disebut sebagai "
tong mesiu Eropa".
[23]
Tahun 1912 dan 1913, 
Perang Balkan Pertama pecah antara 
Liga Balkan dan Kesultanan Utsmaniyah yang sedang retak. 
Perjanjian London
 setelah itu mengurangi luas Kesultanan Utsmaniyah dan menciptakan 
negara merdeka Albania, tetapi memperbesar teritori Bulgaria, Serbia, 
Montenegro, dan Yunani. Ketika Bulgaria menyerbu Serbia dan Yunani pada 
tanggal 16 Juni 1913, negara ini kehilangan sebagian besar Makedonia ke 
Serbia dan Yunani dan 
Dobruja Selatan ke Rumania dalam 
Perang Balkan Kedua selama 33 hari, sehingga destabilisasi di wilayah ini semakin menjadi-jadi.
[24]
Peta etnolinguistik Austria-Hongaria, 1910
 
 
 
Pada tanggal 28 Juni 1914, 
Gavrilo Princip, seorang pelajar 
Serbia Bosnia dan anggota 
Pemuda Bosnia, membunuh pewaris tahta Austria-Hongaria, 
Adipati Agung Franz Ferdinand dari Austria di 
Sarajevo, Bosnia.
[25]
 Peristiwa ini memulai satu bulan manuver diplomatik di antara 
Austria-Hongaria, Jerman, Rusia, Perancis, dan Britania, yang disebut 
Krisis Juli.
 Ingin mengakhiri intervensi Serbia di Bosnia, Austria-Hongaria 
mengirimkan Ultimatum Juli ke Serbia, yaitu sepuluh permintaan yang 
sengaja dibuat tidak masuk akal dengan tujuan memulai perang dengan 
Serbia.
[26] Ketika Serbia hanya menyetujui delapan dari sepuluh permintaan, Austria-Hongaria menyatakan perang pada tanggal 28 Juli 1914. 
Strachan
 berpendapat, "Tanggapan ragu dan awal oleh Serbia yang mampu membuat 
perubahan terhadap perilaku Austria-Hongaria bisa diragukan. Franz 
Ferdinand bukan sosok yang gila popularitas, dan kematiannya tidak 
membuat kekaisaran ini berduka sedalam-dalamnya".
[27]
Kekaisaran Rusia, tidak ingin Austria-Hongaria menghapus pengaruhnya 
di Balkan dan mendukung protégé lamanya Serbia, memerintahkan mobilisasi
 parsial sehari kemudian.
[19]
 Kekaisaran Jerman melakukan mobilisasi tanggal 30 Juli 1914, siap 
menerapkan "Rencana Shlieffen" berupa invasi ke Perancis secara cepat 
dan massal untuk mengalahkan Angkatan Darat Perancis, kemudian pindah ke
 timur untuk melawan Rusia. Kabinet Perancis bergeming terhadap tekanan 
militer mengenai mobilisasi cepat, dan memerintahkan tentaranya mundur 
10 km dari perbatasan untuk menghindari insiden apapun. Perancis baru 
melakukan mobilisasi pada malam tanggal 2 Agustus, ketika Jerman 
menyerbu Belgia dan menyerang tentara Perancis. Jerman menyatakan perang
 terhadap Rusia pada hari itu juga.
[28]
 Britania Raya menyatakan perang terhadap Jerman tanggal 4 Agustus 1914,
 setelah "balasan tidak memuaskan" terhadap ultimatum Britania bahwa 
Belgia harus dibiarkan 
netral.
[29]
 Teater konflik
 Serangan pembuka
 Kebingungan Blok Sentral
Strategi Blok Sentral mengalami miskomunikasi. Jerman telah berjanji 
mendukung invasi Austria-Hongaria ke Serbia, namun penafsiran maksudnya 
berbeda. Rencana penempatan pasukan yang sebelumnya diuji telah diganti 
pada awal 1914, namun penggantian tersebut tidak pernah diuji dalam 
latihan. Para pemimpin Austria-Hongaria yakin Jerman akan melindungi 
perbatasan utaranya dari serbuan Rusia.
[30]
 Meski begitu, Jerman mengharapkan Austria-Hongaria mengarahkan sebagian
 besar tentaranya ke Rusia, sementara Jerman menangani Perancis. 
Kebingungan ini mendorong 
Angkatan Darat Austria-Hongaria membagi pasukannya antara front Rusia dan Serbia.
Pada tanggal 9 September 1914, 
Septemberprogramm,
 sebuah rencana memungkinkan yang menyebutkan tujuan perang tertentu 
Jerman dan persyaratan yang dipaksakan Jerman terhadap Blok Sekutu, 
dibuat oleh 
Kanselir Jerman Theobald von Bethmann-Hollweg. Rencana ini tidak pernah dilaksanakan secara resmi.
 Kampanye Afrika
Lettow menyerahkan pasukannya ke Britania di Abercorn
 
 
 
Sejumlah pertempuran pertama dalam perang melibatkan kekuatan 
kolonial Britania, Perancis, dan Jerman di Afrika. Tanggal 7 Agustus, 
tentara Perancis dan Britania menyerbu protektorat 
Togoland Jerman. Tanggal 10 Agustus, pasukan Jerman di 
Afrika Barat Daya menyerang Afrika Selatan; pertempuran sporadis dan sengit berlanjut sampai akhir perang. Pasukan kolonial Jerman di 
Afrika Timur Jerman, dipimpin Kolonel 
Paul Emil von Lettow-Vorbeck, melakukan kampanye 
peperangan gerilya selama Perang Dunia I dan baru menyerah dua minggu setelah gencatan senjata diberlakukan di Eropa.
[31]
 Kampanye Serbia
Austria menyerbu dan memerangi pasukan Serbia pada 
Pertempuran Cer dan 
Pertempuran Kolubara
 yang dimulai tanggal 12 Agustus. Sampai dua minggu berikutnya, serangan
 Austria dipatahkan dengan kerugian besar, yang menandakan kemenangan 
besar pertama Sekutu dalam perang ini dan memupuskan harapan 
Austria-Hongaria akan kemenangan mulus. Akibatnya, Austria harus 
menempatkan pasukan yang memadai di front Serbia, sehingga melemahkan 
upayanya membuka perang dengan Rusia.
[32] Kekalahan Serbia dalam invasi Austria-Hongaria tahun 1914 tergolong sebagai kemenangan terbalik besar dalam abad terakhir.
[33]
 Pasukan Jerman di Belgia dan Perancis
Tentara Jerman di gerbong kereta menuju garis depan pada tahun 1914. 
Pesan di gerbong bertuliskan "Perjalanan ke Paris"; pada awal perang, 
semua sisi berharap konflik ini cepat selesai.
 
 
 
Pada awal pecahnya Perang Dunia Pertama, angkatan darat Jerman (di sebelah barat terdiri dari 
tujuh pasukan lapangan) melaksanakan versi modifikasi 
Rencana Schlieffen,
 yang dirancang untuk menyerang Perancis secara cepat melalui Belgia 
yang netral sebelum berbelok ke selatan untuk mengepung pasukan Perancis
 di perbatasan Jerman.
[10].
 Karena Perancis telah menyatakan bahwa mereka akan "bertindak 
sebebasnya andai terjadi perang antara Jerman dan Rusia", Jerman 
memperkirakan kemungkinan serangan di dua front. Jika terjadi hal 
seperti itu, Rencana Schlieffen menyatakan bahwa Jerman harus mencoba 
mengalahkan Perancis secara cepat (seperti yang terjadi pada 
Perang Perancis-Prusia
 1870-71). Rencana ini menyarankan bahwa untuk mengulangi kemenangan 
cepat di barat, Jerman tidak usah menyerang melalui Alsace-Lorraine 
(yang memiliki perbatasan langsung di sebelah barat sungai Rhine), 
tetapi mencoba memutuskan Paris secara cepat dari Selat Inggris 
(terputus dengan Britania Raya). Kemudian pasukan Jerman dipindahkan ke 
timur untuk menyerbu Rusia. Rusia diyakini membutuhkan persiapan lama 
sebelum bisa menjadi ancaman besar bagi Blok Sentral.
Jerman ingin bergerak bebas melintasi Belgia (dan Belanda juga, meski ditolak Kaiser 
Wilhelm II)
 untuk bertemu Perancis di perbatasannya. Jawaban dari Belgia netral 
tentu saja "tidak". Jerman kemudian merasa perlu menyerbu Belgia, karena
 inilah rencana satu-satunya yang ada andai terjadi perang dua front di 
Jerman. Perancis juga ingin menggerakkan tentara mereka melintasi 
Belgia, tetapi Belgia menolak untuk menghindari pecahnya perang apapun 
di tanah Belgia. Pada akhirnya, setelah serbuan Jerman, Belgia mencoba 
menggabungkan pasukan mereka dengan Perancis (namun sebagian besar 
pasukan Belgia mundur ke 
Antwerpen tempat mereka dipaksa menyerah ketika semua harapan bantuan pupus).
Rencana ini meminta agar sisi kanan Jerman bergerak ke Paris, dan awalnya Jerman berhasil, terutama pada 
Pertempuran Frontiers (14–24 Agustus). Pada 12 September, Perancis, dengan bantuan dari 
pasukan Britania, menghambat pergerakan Jerman ke timur Paris pada 
Pertempuran Marne Pertama (5–12 September) dan mendorong pasukan Jerman 50 km ke belakang. Hari-hari terakhir pertempuran ini menandakan akhir dari 
peperangan bergerak di barat.
[10] Serangan Perancis ke Alsace Selatan, dimulai tanggal 20 Agustus dengan 
Pertempuran Mulhouse, mengalami sedikit kesuksesan.
Di sebelah timur, hanya satu pasukan lapangan, yaitu pasukan ke-8, 
yang bergerak cepat melalui kereta api melintasi Kekaisaran Jerman. 
Pasukan yang dulunya cadangan di barat ini dipimpin oleh Jenderal 
Paul von Hindenburg untuk mempertahankan 
Prusia Timur,
 setelah berhasil melakukan serbuan awal ke Rusia dengan dua unit 
pasukan. Jerman mengalahkan Rusia dalam serangkaian pertempuran yang 
secara kolektif disebut 
Pertempuran Tannenberg
 Pertama (17 Agustus – 2 September). Akan tetapi, invasi Rusia yang 
gagal lebih disebabkan oleh berhentinya serangan Jerman di barat dan 
kekalahan taktis oleh Angkatan Darat Perancis di 
Marne. Pasukan Jerman semakin lelah dan pasukan cadangannya dipindahkan untuk menangani invasi ke Rusia. 
Staf Jenderal Jerman di bawah Jenderal 
Helmuth von Moltke yang Muda
 juga telah memperhitungkan bahwa pemanfaatan transportasi tentara cepat
 melalui kereta api tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan di luar 
Kekaisaran Jerman. Blok Sentral gagal mendapatkan kemenangan cepat di 
Perancis dan terpaksa berperang di dua front. Pasukan Jerman mengambil 
posisi defensif yang baik di dalam Perancis dan berhasil melumpuhkan 
mobilisasi 230.000 tentara Perancis dan Britania secara permanen. Meski 
begitu, masalah komunikasi dan keputusan komando yang bisa dipertanyakan
 menggagalkan impian kemenangan awal Jerman.
[34]
 Asia dan Pasifik
Pria di 
Melbourne mengambil brosur perekrutan, 1914.
 
 
 
Selandia Baru 
menduduki Samoa Jerman (kemudian Samoa Barat) pada tanggal 30 Agustus 1914. Tanggal 11 September, 
Pasukan Ekspedisi Laut dan Militer Australia mendarat di pulau 
Neu Pommern (kemudian Britania Baru), yang merupakan wilayah 
Nugini Jerman. Tanggal 28 Oktober, kapal jelajah 
SMS Emden menenggelamkan 
kapal jelajah Jerman Zhemchug pada 
Pertempuran Penang. Jepang merebt koloni Mikronesia Jerman dan, setelah 
Pengepungan Tsingtao, pelabuhan batu bara Jerman di 
Qingdao di semenanjung 
Shandong,
 Cina. Dalam beberapa bulan, pasukan Sekutu telah merebut semua teritori
 Jerman di Pasifik; hanya pos dagang terisolasi dan sedikit wilayah di 
Nugini yang bertahan.
[35][36]
 Front Barat
 Awal peperangan parit (1914–1915)
Taktik militer sebelum Perang Dunia I gagal menyamai kemajuan 
teknologi. Kemajuan ini memungkinkan terciptanya sistem pertahanan 
canggih yang tidak mampu disamai taktik militer lama sepanjang perang. 
Kawat berduri merupakan penghalang efektif terhadap pergerakan infanteri massal. 
Artileri, jauh lebih mematikan daripada tahun 1870-an, ditambah 
senjata mesin, menjadikan pergerakan di daratan terbuka sangat sulit dilakukan.
[37] Jerman memperkenalkan 
gas beracun;
 teknik ini kelak dipakai oleh kedua pihak, meski tidak pernah terbukti 
menentukan dalam memenangkan suatu pertempuran. Dampaknya sangat sadis, 
menyebabkan kematian yang lama dan menyakitkan, dan gas beracun menjadi 
salah satu hal terburuk yang paling ditakuti dan diingat dalam perang 
ini.
[38]
 Komandan di kedua sisi gagal mengembangkan taktik mematahkan posisi 
parit dengan tanpa kerugian besar. Sementara itu, teknologi mulai 
menciptakan senjata-senjata ofensif baru, seperti 
tank.
[39]
Setelah 
Pertempuran Marne Pertama (5–12 September 1914), baik pasukan 
Entente dan Jerman mengawali serangkaian manuver mengepung dalam peristiwa yang disebut "
Perlombaan ke Laut". Britania dan Perancis kelak menyadari bahwa mereka menghadapi pasukan parit Jerman dari 
Lorraine sampai pesisir Belgia.
[10]
 Britania dan Perancis berupaya melakukan serangan, sementara Jerman 
mempertahankan teritori yang diduduki. Akibatnya, parit-parit Jerman 
lebih kokoh ketimbang milik musuhnya, parit Inggris-Perancis hanya 
bersifat "sementara" sebelum pasukan mereka mematahkan pertahanan 
Jerman.
[40]
Kedua sisi mencoba memecah kebuntuan menggunakan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada tanggal 22 April 1915 pada 
Pertempuran Ypres Kedua, Jerman (melanggar 
Konvensi Den Haag) memakai gas 
klorin
 untuk pertama kalinya di Front Barat. Tentara Aljazair mundur ketika 
digas sehingga terbentuk celah sepanjang enam kilometer (empat mil) 
terbuka di lini Sekutu yang segera dimanfaatkan Jerman, mengadakan 
Pertempuran Kitchener's Wood, sebelum ditutup oleh 
tentara Kanada.
[41] Tank pertama dipakai dalam pertempuran oleh Britania pada 
Pertempuran Flers-Courcelette
 (bagian dari serangan Somme yang lebih besar) pada tanggal 15 September
 1916 dengan sedikit keberhasilan; Perancis memperkenalkan meriam putar 
Renault FT pada akhir 1917; Jerman memanfaatkan tank-tank Sekutu yang ditangkap dan sejumlah kecil tank mereka sendiri.
 Kelanjutan peperangan parit (1916–1917)
Kedua sisi tidak mampu memberi pukulan menentukan selama dua tahun 
berikutnya. Sekitar 1,1 sampai 1,2 juta tentara pasukan Britania dan 
jajahannya berada di Front Barat pada satu waktu.
[42] Seribu batalion, menempati sektor lini dari 
Laut Utara sampai 
Sungai Orne,
 melakukan sistem rotasi empat tahap selama satu bulan, kecuali sebuah 
serangan sedang terjadi. Front ini memiliki parit sepanjang 
9.600 kilometer (5,965 mil). Setiap batalion menduduki sektornya selama 
seminggu sebelum kembali ke lini pendukung dan terus ke lini cadangan 
sebelum seminggu di luar lini, biasanya di wilayah 
Poperinge atau 
Amiens.
Seorang tentara Perancis menyerang posisi Jerman, Champagne, Perancis, 1917.
 
 
 
Sepanjang 1915–17, Imperium Britania dan Perancis mengalami lebih 
banyak korban daripada Jerman, karena sikap strategi dan taktik yang 
dipilih oleh sisinya. Secara strategis, saat Jerman hanya melakukan satu
 serangan tunggal di 
Verdun, Sekutu melakukan banyak upaya untuk mematahkan lini Jerman.
Pada tanggal 1 Juli 1916, 
Angkatan Darat Britania Raya mengalami hari paling mematikan dalam sejarahnya, dengan korban 57.470 jiwa, termasuk 19.240 gugur, pada 
hari pertama Pertempuran Somme.
 Kebanyakan korban jatuh pada satu jam pertama serangan. Seluruh 
serangan Somme melibatkan setengah juta prajurit Angkatan Darat 
Britania.
[43]
Serangan Jerman yang terus-menerus di 
Verdun sepanjang 1916,
[44] ditambah 
Somme
 (Juli dan Agustus 1916), membawa pasukan Perancis yang lelah di ambang 
perpecahan. Upaya sia-sia dalam serangan frontal memakan banyak korban 
bagi Britania dan 
poilu Perancis dan mendorong terjadinya 
mutini besar-besaran tahun 1917, setelah 
Serangan Nivelle (April dan Mei 1917) yang gagal.
[45]
Secara taktis, doktrin komandan Jerman 
Erich Ludendorff berupa "
pertahanan elastis"
 cocok dipakai untuk peperangan parit. Pertahanan ini terdiri dari 
posisi depan yang minim pertahanan dan posisi utama jauh di belakang 
jangkauan artileri yang lebih kuat, yang dari situlah serangan balasan 
cepat dan kuat bisa dilancarkan.
[46][47]
Ludendorff menulis tentang pertempuran tahun 1917,
25 Agustus mengakhiri fase kedua pertempuran 
Flandria. Peristiwa ini memakan banyak korban dari pihak kami ... 
Pertempuran Agustus mematikan di Flandria dan Verdun membawa tekanan 
berat bagi tentara Barat. Meski di bawah perlindungan beton, semua 
tampak kurang kuat menghadapi artileri musuh yang luar biasa. Pada 
beberapa saat, mereka tidak lagi memiliki ketegasan yang saya, bersama 
para komandan setempat, harapkan. Musuh berupaya mengadaptasikan diri 
mereka dengan metode kakmi dalam melakukan serangan balasan ... Saya 
sendiri mengalami tekanan luar biasa. Suasana di Barat tampak mencegah 
dilakukannya rencana-rencana kami di manapun. Jumlah korban begitu 
banyak sehingga kami tidak sempat menguburkan mereka secara layak, dan 
melebihi semua harapan kami.
[48] 
Pada pertempuran Menin Road Ridge, Ludendorff menulis,
Serangan besar lain dilancarkan terhadap lini kami 
pada tanggal 20 September ... Serangan musuh terhadap pasukan ke-20 
berhasil, yang membuktikan superioritas serangan terhadap pertahanan. 
Kekuatan mereka tidak melibatkan tank; kami melihat mereka begitu tidak 
nyaman, tetapi terus mengerahkan semuanya. Kekuatan serangan terletak di
 artileri, dan faktanya artileri kami tidak mampu memberi dampak yang 
cukup untuk memecah infanteri saat mereka terus bersatu pada saat itu 
juga.
[49] 
Pada 
Pertempuran Arras 1917, satu-satunya keberhasilan besar militer Britania adalah penaklukan 
Vimy Ridge oleh 
Korps Kanada di bawah pimpinan 
Sir Arthur Currie dan 
Julian Byng.
 Tentara yang menyerang, untuk pertama kalinya, mampu mengalahkan, 
bersatu dengan cepat, dan mempertahankan pegunungan yang membatasi 
dataran 
Douai yang kaya akan kandungan batu bara.
[50][51]
 Perang laut
Pada awal perang, Kekaisaran Jerman memiliki 
kapal jelajah yang tersebar di seluruh dunia, beberapa di antaranya dipakai untuk menyerang 
kapal dagang Sekutu. 
Angkatan Laut Kerajaan
 Britania Raya secara sistematis memburu mereka, meski menanggun malu 
akibat ketidakmampuannya melindungi kapal Sekutu. Misalnya, kapal 
jelajah ringan Jerman 
SMS Emden,
 bagian dari skadron Asia Timur yang berpusat di Tsingtao, menangkap 
atau menghancurkan 15 kapal dagang, serta menenggelamkan sebuah kapal 
jelajah Rusia dan kapal penghancur Perancis. Namun sebagian besar 
Skadron Asia Timur Jerman—terdiri dari kapal jelajah lapis baja 
Scharnhorst dan 
Gneisenau, kapal jelajah ringan 
Nürnberg dan 
Leipzig
 dan dua kapal angkut—tidak diberi perintah mencegat jalur perkapalan 
dan malah diperintahkan kembali ke Jerman ketika bertemu kapal perang 
Britania. Armada Jerman dan 
Dresden menenggelamkan dua kapal jelajah lapis baja pada 
Pertempuran Coronel, namun hampir hancur pada 
Pertempuran Kepulauan Falkland bulan Desember 1914, dengan 
Dresden dan beberapa kapal pembantu berhasil kabur, tetapi pada 
Pertempuran Más a Tierra kapal-kapal tadi akhirnya hancur atau ditangkap.
[52]
Sesaat setelah pecahnya pertempuran, Britania memulai 
blokade laut Jerman.
 Strategi ini terbukti efektif, memutuskan suplai militer dan sipil, 
meski blokade ini melanggar hukum internasional yang diatur oleh 
beberapa perjanjian internasional selama dua abad terakhir.
[53]
 Britania membuang ranjau di perairan internasional untuk mencegah kapal
 apapun memasuki seluruh wilayah samudra, sehingga membahayakan kapal 
yang netral sekalipun.
[54]
 Karena ada sedikit tanggapan terhadap taktik ni, Jerman mengharapkan 
taktik yang sama terhadap peperangan kapal selamnya yang tidak 
terhambat.
[55]
Pertempuran Jutland (Jerman: 
Skagerrakschlacht,
 atau "Pertempuran Skagerrak") 1916 berubah menjadi pertempuran laut 
terbesar dalam perang ini, satu-satunya pertempuran kapal perang 
berskala besar dalam Perang Dunia I, dan salah satu yang terbesar dalam 
sejarah. Pertempuran ini terjadi pada tanggal 31 Mei – 1 Juni 1916 di 
Laut Utara lepas pantai 
Jutland. Armada Laut Lepas Kaiserliche Marine, dipimpin Wakil Laksamana 
Reinhard Scheer, berperang melawan 
Armada Besar Angkatan Laut Kerajaan, dipimpin Laksamana Sir 
John Jellicoe.
 Pertempuran ini buntu, karena Jerman, yang kalah jumlah dengan armada 
Britania, berhasil kabur dan mengakibatkan kerusakan lebih banyak bagi 
armada Britania daripada yang mereka terima. Secara strategis, Britania 
menguasai lautan, dan sebagian besar armada permukaan Jerman masih 
tertahan di pelabuhan selama perang berlangsung.
[56]
Kapal-U Jerman berusaha memotong jalur suplai antara Amerika Utara dan Britania.
[57]
 Sifat peperangan kapal selam berarti bawha serangan bisa datang tanpa 
peringatan, sehingga memberi kemungkinan selamat yang kecil bagi awak 
kapal dagang.
[57][58] Amerika Serikat mengeluarkan protes, dan Jerman mengganti aturan pertempuran. Setelah penenggelaman kapal penumpang 
RMS Lusitania
 tahun 1915, Jerman berjanji tidak lagi menyerang kapal penumpang, 
sementara Britania mempersenjatai kapal-kapal dagangnya dan menempatkan 
mereka di luar perlindungan "aturan kapal jelajah" yang meminta 
peringatan dan penempatan awak di "tempat aman" (standar yang tidak 
dimiliki sekoci).
[59] Akhirnya, pada awal 1917, Jerman menerapkan kebijakan 
peperangan kapal selam tak terbatas, menyadari bahwa Amerika Serikat akan ikut berperang.
[57][60]
 Jerman berupaya menghambat jalur laut Sekutu sebelum Amerika Serikat 
dapat memindahkan pasukan dalam jumlah besar ke luar negeri, tetapi 
hanya mampu mengerahkan lima kapal-U jarak jauh dengan dampak yang 
sedikit.
[57]
U-155 dipamerkan dekat Tower Bridge di London setelah Perang Dunia Pertama.
 
 
 
Ancaman kapal-U berkurang pada tahun 1917, ketika kapal-kapal dagang mulai berlayar dalam bentuk 
konvoi dan dikawal 
kapal penghancur. Taktik ini terbukti sulit bagi kapal-U untuk mencari target, sehingga mengurangi kerugian; setelah 
hidrofon dan 
ranjau bawah air
 diperkenalkan, kapal penghancur pengawal bisa menyerang kapal selam 
dengan kemungkinan berhasil. Konvoi memperlambat aliran suplai, karena 
kapal harus menunggu saat konvoi dibentuk. Solusi terhadap penundaan ini
 adalah program pembangunan kapal angkut baru secara besar-besaran. 
Kapal tentara terlalu cepat untuk dikejar kapal selam dan tidak berlayar
 di Atlantik Utara dalam konvoi.
[61] Kapal-U telah menenggelamkan lebih dari 5.000 kapal Sekutu dengan kerugian sebanyak 199 kapal selam.
[62]
Perang Dunia I juga menjadi peristiwa ketika 
kapal angkut pesawat pertama kali dipakai dalam pertempuran, dengan 
HMS Furious meluncurkan pesawat 
Sopwith Camels dalam serangan sukses terhadap hangar 
Zeppelin di 
Tondern pada bulan Juli 1918, serta 
blimp untuk patroli antikapal selam.
[63]
Sumber : wikipedia bahasa indonesia